Dikutip dari pertanyaan Lukman Amirudin Syarif, (luasy-01@plasa.com) yang di jawab oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
1. Bagaimana hukum Islam
tentang pacaran?
2. Bagaimana Islam memandang wanita? (contoh kasus di Afganistan
saat Thaliban berkuasa wanita dilarang keluar rumah atau ikut berpolitik atau
ikut berolahraga)
3. Apakah ada dasar dari al-Qur’an atau Hadits yang menyatakan
bahwa umat Islam yag memiliki dosa besar maupun kecil akan mampir dulu ke
neraka baru masuk surga?
Jawaban:
Pertanyaan no. 1:
“Pacaran”
dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti (Purwodarminto, 1976) :
1.
Pergaulan bebas antara
laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka.
2. Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan
atau berpasangan untuk berzina.
3.
Pacaran berarti berteman
dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran menurut
arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
a. Allah berfirman:
وَلاَ
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً ( الإسراء: 32)
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”
b. Hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ
وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري: 2784,
مسلم: 2391)
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw
berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan
seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang
perempuan melakukan musafir kecuali beserta
ada mahramnya” (muttafaq alaihi)
Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah
dengan arti bahwa suatu perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah agar
kaum muslimin melakukannya. Orang yang anti perkawinan dicela oleh Rasulullah,
berdasarkan hadits:
عن أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ
وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري: 4675, مسلم: 2487)
“Dari Anas ra.
Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur,
berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia
bukanlah dari golonganku”
Pada umumnya suatu perkawinan terjadi
setelah melalui beberapa proses, yaitu proses sebelum terjadi akad nikah,
proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad nikah. Proses sebelum terjadi
akad nikah melalui beberapa tahap, yaitu tahap penjajakan, tahap peminangan dan
tahap pertunangan. Tahap penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan atau sebaliknya, atau pihak keluarga masing-masing.
Rasulullah memerintahkan agar pihak-pihak yang melakukan perkawinan melihat atau
mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ
اْلأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي
تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ
نَظَرْتَ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ اْلأَنْصَارِ شَيْئًا ( رواه النسائ: 3194, إبن ماجه و الترمذي)
“Dari Abu Hurairah ra
ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang
permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah
melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan
perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshor ada sesuatu” (HR.
an-Nasa’i, Ibnu Majah, at-Tirmizi, dan dinyatakannya sebagai hadits hasan)
Rasulullah saw memerintahkan agar kaum
muslimin laki-laki dan perempuan sebelum memutuskan untuk meminang calon
jodohnya agar berusaha memilih jodoh yang mungkin berketurunan, sebagaimana
dinyatakan pada hadits:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ *( رواه أحمد : 12152, وصححه إبن حبان)
“Dari Anas ra.
Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan perkawinan dan
sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah olehmu
wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan
banyaknya kamu di hari kiamat”
Dari kedua hadits diatas dipahami bahwa
ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri sebelum menetapkan
keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini mungkin dilakukan oleh
pihak laki-laki atau pihak perempuan atau keluarga mereka. Jika dalam
penjajakan ini ada pihak yang diabaikan terutama calon isteri atau calon suami
maka yang bersangkutan boleh membatalkan pinangan akan perkawinan tersebut,
berdasarkan hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اْلأَيِّمُ أَحَقُّ
بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا
صُمَاتُهَا قَالَ نَعَمْ
* ( رواه مسلم: 2545, البخاري:
4741)
“Dari Ibnu Abbas, ra,
bahwasanya Rasululah saw bersabda: Orang yang tidak mempunyai jodoh lebih
berhak terhadap (perkawinan) dirinya dibanding walinya, dan gadis dimintakan
perintah untuk perkawinannya dan (tanda) persetujuannya ialah diamnya”
(muttafaq alaih)
Dan hadits:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا
زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ( رواه أبوداود: 1794, أحمد: 2340, إبن ماجه: 1865)
“Dari Ibnu Abbas ra,
sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah saw dan
menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang laki-laki,
sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah saw menyuruhnya untuk memilih
(apakah menerima atau tidak)”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan
ad-Daraquthni)
Masa penjajakan ini dapat disamakan
dengan masa pacaran menurut pengertian ketiga di atas. Setelah masa pacaran
dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan diterima maka jarak antara
masa peminangan dan masa pelaksanaan akad nikah disebut masa pertunangan. Pada
masa pertunangan ini masing-masing pihak harus menjaga diri mereka
masing-masing karena hukum hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang
yang belum terikat dengan akad nikah.
Rasulullah saw memberi tuntunan bagi
orang yang dalam masa pacaran atau dalam masa petunangan sebagi berikut:
1. Pada masa pacaran atau masa pertunangan antara mereka yang
bertunangan dan pacaran adalah seperti hubungan orang-orang yang tidak ada
hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu mereka harus:
a.
Memelihara matanya agar
tidak melihat aurat pacar atau tunangannya, begitu pula wanita atau laki-laki
yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya.
b. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati
perbuatan zina.
2. Untuk menjaga ‘a’ dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan
puasa-puasa sunat, kerena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya. Hal
diatas dipahami dari hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ
قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم: 2486, البخاري:
1772)
“Dari Ibnu Mas’ud ra
berkata, Rasulullah saw mengatakan
kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup
melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan
akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan
barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya
puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih)
Jawaban soal kedua tentang kedudukan wanita dalam
pandangan Islam
Agama Islam memandang kedudukan
perempuan sama dengan kedudukan laki-laki seperti memandang kedudukan manusia
pada umumnya, sebagaimana dinyatakan nash-nash berikut:
1. Perempuan sebagiman manusia pada umumnya diciptakan Allah sebagi
makhlukNya yang paling baik dibanding makhluk-makhluNya yang lain, Allah
berfirman:
لَقَدْ
خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ( التين: 4)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
2.
Allah memuliakan menusia.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى
كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً (
الإسراء: 70)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
3. Allah SWT menjadikan manusia sebagi khalifah di bumi. Allah SWT
berfirman:
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيفَةً (البقرة: 30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”..
Allah sebagai Dzat Yang Maha Pencipta
lagi Maha Tahu, mengetahui dengan sungguh-sungguh kekuatan dan kelemahan
manusia, sedang manusia sendiri bukanlah makhluk yang paling tahu tentang
hakikat, kekuatan dan kelemahan dirinya. Dalam pada itu Allah berkehendak agar
manusia tetap dalam keadaannya, ialah sebagai makhluk yang terbaik, sebagi
makhluk yang mulia dan sebagi khalifatullah fil ardh.
Untuk menutupi kelemahan-kelemahan
manusia dalam menjalankan tugasnya, Allah SWT menurunkan petunjuk berupa al-Qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan menjadikan Nabi Muhammad sebagi
panutan dan ikutan dalam melaksanakan petunjuk itu.
Sekalipun laki-laki dan perempuan
kedudukannya sama di sisi Allah SWT, namun menurut kodratnya laki-laki berbeda
dengan perempuan. Kerena perbedaan kodrat itu Allah menetapkan
petunjuk-petunjuk yang sama antara kedua jenis itu dan ada pula
petunjuk-petunjuk yang berbeda, sesuai dengan kodratnya, sehingga masing-masing
mereka dapat menjadi makhluk terbaik, makhluk yang mulia dan dapat pula
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi.
Kedua jenis ini harus ada dalam usaha
memakmurkan bumi, keduanya harus bahu membahu, bekerja sama, tidak boleh ada
yang kurang dari salah satu dari dua jenis itu.
Seandainya ada
perbedaan dalam pelaksanaan syariat Islam pada suatu negara tentang laki-laki
dan wanita, maka hal ini disebabkan perbedaan penafsiran terhadap al-Qur’an dan
as-Sunnah, mungkin pula karena pengaruh kepercayaan yang telah berurat berakar
pada suatu negara atau karena adat istiadat yang berlaku di negara itu.
Jawaban pertanyaan ketiga, tentang ada orang mukmin
yang masuk neraka dahulu sebelum masuk ke surga
Hadits-hadits Nabi saw menerangkan bahwa
setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya akan masuk surga,
sekalipun di antara mereka ada yang masuk surga secara bertahap. Maksudnya
ialah ia masuk neraka lebih dahulu sebagai imbalan dari dosa-dosa yang pernah
dilakukannya selama hidup di dunia, kemudian setelah habis masa siksaannya itu
ia dimasukkan Allah kedalam surga, berdasarkan hadis berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِي اللهُ عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ ثُمَّ
يَقُولُ اللهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا قَدِ
اسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَا أَوِ الْحَيَاةِ شَكَّ مَالِكٌ
فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا
تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً قَالَ وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا عَمْرٌو الْحَيَاةِ
وَقَالَ خَرْدَلٍ مِنْ خَيْرٍ *
(رواه البخاري: 21, مسلم: 270)
“Dari Abu Sa’id
al-Khudri ra, dari Nabi saw, ia bersabda: Penghuni surga kan masuk surga dan
penghuni neraka akan masuk neraka, kemudian Allah ta’ala memrintahkan:
Keluarkan dari neraka orang-orang yang dalam hatinya ada iman seberat biji
sawi. Maka dikeluarkanlah mereka dari neraka yang warna (badannya) benar-benar
hitam, lalu dimasukkan kedalam sungai hidup atau sungai kehidupan, lalu
tumbuhlah mereka seperti biji yang tumbuh setelah air bah, adakah engkau tidak
melihatnya, sesungguhnya ia keluar bewarna kuning yang melilit.” (muttafaq
alahi)
Dan Hadis:
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي
لَأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ
دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ
إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى
فَيَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ
فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا
رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ
فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ
أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِي أَوْ أَتَضْحَكُ بِي
وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى
أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً ( رواه مسلم: 272, البخاري: 6086)
“Dari Abdullah bin Mas’ud ra, berkata: bersabda Nabi saw :
Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui penduduk neraka terakhir masuk neraka
dan penduduk surga terakhir masuk surga. Seorang laki-laki keluar dari neraka
dengan merangkak, maka Allah memerintahkan (kepada orang itu): “Pergilah dan
masuklah ke surga!” Laki-laki itu mendatangi surga itu sambil mengkhayalkan
bahwa surga itu telah penuh. Lalu ia kembali dan berkata: “Wahai Tuhan aku
dapati surga itu telah penuh.” Allah memerintahkan: “Pergilah dan masuklah ke
surga!” Maka ia mendatanginya sambil mengkhayalkan bahwa surga itu telah penuh.
Lalu ia kembali dan berkata: “Wahai Tuhan aku dapati surga itu telah penuh.”
Maka Allah berfirman: “Pergilah dan masuklah ke surga, maka sesungguhnya
(surga) itu semisal dunia dan sepuluh kalinya atau sesungguhnya surga itu
sepuluh kali dunia.” Laki-laki itu berkata: “Engkau mengejek dan menertawakanku
sedangkan Engkau pemilik(nya).” Aku (Ibnu Mas’ud) melihat Rasulullah tertawa
hingga tampak gigi gerahamnya. Dan pernah pula dikatakan: “Yang demikian itu
adalah penduduk surga yang paling rendah tingkatannya.” (muttafaq alahi)
Kedua hadis di atas
menjelaskan bahwa ada orang yang beriman yang sebelum masuk surga, ia masuk
neraka lebih dahulu, yang lamanya sesuai dengan berat atau ringannya dosa yang
telah diperbuatnya selama hidup di dunia. Banyak hadis yang lain yang senada
dan sama artinya dengan hadis diatas. (baca al-Lu’lu’ wal Marjan, hadits
no. 118, 119, 120 dan sebagainya)
good..
BalasHapus