Senin, 09 Juli 2012

SEPULUH HARAM TERPAMPANG DI FACEBOOK


TEMPO.CO , Jakarta:Facebook, jejaring sosial terbesar di dunia, kini menjadi mesin pencarian identitas. Baik dari perusahaan, pengintai, maupun aparat hukum. Tak lupa peretas yang ingin membuat identitas palsu. Wahai pemilik akun di jejaring besutan Mark Zuckerberg, perhatikan 10 hal terlarang untuk muncul di Facebook.
1. Tanggal lahir
Mengungkap tanggal lahir itu berbahaya. Sebab institusi keuangan biasanya membutuhkan informasi tanggal lahir untuk kartu kredit atau pernyataan di bank. Membiarkan tanggal lahir terlihat, sama saja membuka pintu untuk pencurian identitas.
2. Nama tengah Ibu
Ingat banyak situs yang menggunakan jawaban nama tengah sebagai pertanyaan keamanan untuk mengingat kata kunci. Waspadalah apa yang anda tulis tentang Ibu di dunia maya
3.Alamat rumah
Tidak perlu membagi informasi ini dengan teman, kenalan atau mantan rekan kerja. Pencuri sekarang juga tahu cara menggunakan Facebook. Apalagi jika Anda menulis status sedang bepergian sekeluarga, sudah tinggal tunggu masa saja isi rumah dikuras si penjahat ini.
4. Status pergi dari rumah dalam waktu lama
Menulis status pergi dari rumah dalam jangka waktu lama berarti mengumbar informasi kepada dunia maya bahwa rumah Anda kosong. Jika Anda memang harus mempublikasikan status ini, maka bisa ditambahkan bahwa ada penjaga, anjing atau alarm pencuri di rumah.
5. Status pergi dari rumah dalam waktu singkat
Meski cuman singkat, kalau Anda terus-terusan menulis check-in di tempat yang berada di luar rumah, pencuri tentu awas kalau kediaman Anda kosong.
6. Foto tak sopan
Anda mungkin sudah membaca bahwa ada orang yang kehilangan pekerjaan karena mereka bersikap rasis atau menampilkan foto yang tak sopan di dunia maya. Jadi jangan lakukan!
7. Mengeluh atau marah
Jangan bilang ke Facebook atau Twitter jika Anda marah kepada bos, mengaku mabuk, dan memiliki obat-obatan terlarang. Atau mengaku pura-pura sakit.
Screenshoot status Anda bisa jadi bukti yang membahayakan reputasi, klien dan nasib profesi. Di Singapura, bahkan remaja yang menulis status berbau rasis bisa ditangkap. Di bawah UU Penghasutan, siapa pun yang terbukti bersalah menyebarluaskan kebencian antar ras atau kelas dalam populasi di Singapura dapat di denda 5 ribu dolar Singapura (Rp 37 juta) dan penjara maksimal tiga tahun.
8. Nomor telepon
Memasang nomer telepon, maka dipastikan Anda akan dihubungi banyak telemarketer, pengintai dan temannya teman yang sok kenal.
9. Status hitung mundur jelang liburan
Lebih baik menulis status setelah liburan. Sebab kalau sebelum liburan beresiko diketahui penjahat yang sudah siap menguras isi rumah Anda selagi kosong.
10. Foto interior rumah
Mengunggah foto isi rumah Anda menjadi jalan mulus pencuri untuk menilai perabot yang Anda miliki.
DIGITALONE | DIANING SARI
Bisa di lihat disini : http://id.berita.yahoo.com/sepuluh-haram-terpampang-di-facebook-211904230.html
Baca lagiSEPULUH HARAM TERPAMPANG DI FACEBOOK

Jumat, 06 Juli 2012

KONSEP DASAR PERKADERAN MUHAMMADIYAH[1]


Disampaikan oleh Amir Hady[2]

A.     Definisi dan Posisi Kader
Kader (Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah,maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat.
Dalam pengertian lain, kader (Latin:quadrum), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang labih besar dan terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat disenut sebagai kader.
Fungsi dan posisi kader dalam suatu organisasi, termasuk di Persyarikatan, dengan demikian menjadi sangat penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi. Di samping itu, kader juga merupakan syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan.
Bagi sebuah organisasi, regenerasi kepemimpinan yang sehat karena ditopang oleh keberadaan kader-kader yang qualified, selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan enerjik. Keberadaan kader bagi Muhammadiyah-dengan kualifikasi dan kompetensinya-seolah memanifestasikan sosok ciptaan Allah yang terbaik (khairul bariyyah-QS.Al-Bayyinah/96:7); bagian dari umat yang terbaik (khairu ummah-QS.Ali Imran/3:110); serta semisal flora yang kokoh dan menawan, yang dalam QS.Al-Fath/48:29 diungkapkan;

“......Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Jika Persyarikatan tidak merancang dan menyiapkan para kadernya secara sistematis dan organisatoris, maka dapat dipastikan bahwa Muhammadiyah sebagai suatu organisasi akan lemah lunglai, loyo tidak berkembang, tidak ada aktivitas dan tidak memiliki prospek masa depan. Karena itu setiap organisasi haruslah memiliki konsep yang jelas, terencana dan sistematis dalam menyiapkan dan mengembangkan suatu sistem yang menjamin keberlangsungan transformasi dan diversifikasi kader serta regenerasi kepemimpinan.

B.      Pengertian Sistem Perkaderan Muhammadiyah
Ada dua kosakata yang perlu diklarifikasi terlebih dahulu untuk bisa memahami Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), yaitu:sistem dan perkaderan. Secara leksikal, sistem berarti seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan atau totalitas (a set or arrangement of things so related or connected as to form a unity or organic whole).
Kemudian tentang perkaderan, pengucapan dan penulisannya sering tertukar dengan pengaderan atau pengkaderan. Pengaderan adalah : proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Namun perlu diingat, dalam “pengaderan” ini, posisi kader atau orang yang ikut ddalam training menjadi obyek dan pasif sebagai orang yang dididik atau dibentuk menjadi kader.
Sedangkan perkaderan, berasal dari kata dasar kader ditambah prefiks_nominal per dan sufiks an (perihal, yang berhubungan dengan, antara lain, kader). Dalam “perkaderan”, posisi kader atau orang yang ikut training menjadi subyek dan aktif. Jadi, yang pas dipergunakan dalam SPM adalah perkaderan.
Dengan demikian, pengertian Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM) adalah: “Seperangkat unsur dan keseluruhan komponen yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas yang berhubungan dengan kader dan kaderisasi di Muhammadiyah.”
Sebagai sebuah sistem, unsur-unsur yang terkandung dalam SPM berupa : tujuan perkaderan Muhammadiyah; arah perkaderan Muhammadiyah; profil kader Muhammadiyah; jenis dan bentuk perkaderan; struktur penjenjangan kader; kurikulum perkaderan; dan pengorganisasian perkaderan. Dalam hal ini, sistem perkaderan yang dimiliki olah ortom, juga merupakan bagian dari SPM.

C.      Perkaderan Sebagai Sebuah Sistem
Sebagai sebuah sistem dan kesatuan yang utuh, maka SPM berlaku bagi semua jajaran dan komponen Persyarikatan. Konsekkuensinya SPM juga memuat atau mencakup seluruh bentuk dan jenis kaderisasi dan pelatihan yang diterapkan di Muhammadiyah, baik secara vertikal maupun horizontal.
Yang dimaksud dengan vertikal adalah SPM berlaku bagi seluruh pimpinan Mihammadiyah, mulai dari Pusat sampai dengan Ranting, sebagai acuan dan pola dalam pelaksanaan kadersisari secara optimal sesuai dengan tingkatan masing-masing. Sedangkan yang dimaksud dengan horizontal adalah SPM berlaku dan mengikat seluruh Unsur Pembantu Pimpinan (majlis dan lembaga), Ortom, dan Amal Usaha Muhammadiyah diseluruh jenjang kepemimpinan Muhammadiyah untuk dilaksanakan sebagai acuan dan pola kaderisasi.
Karena bersifat mengikat dan menyeluruh seperti itu, maka sistem perkaderan yang dimiliki masing-maing ortom menjadi bagian dari SPM. Maing-maing ortom melaksanakan program dan kegiatan perkaderanya berdasarkan kekhasan masing-masing dengan tetap mengacu dan mengindahkan konsep dasar, prinsip dan kurikulum dalam SPM secara konsisten.
Sedang pelatihan dan training yang ada dan dimiliki oleh majlis dan/atau lembaga semuanya termasuk dalam SPM yang dikatagorikan sebagai jenis perkaderan fungsional. Karena termasuk bagian SPM, maka dalam perkaderan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh ortom dan majlis atau lembaga tersebut harus mengandung muatan materi pokok dari kurikulum SPM.
Kemudian, sebagai bagian dari SPM, maka untuk kegiatan pelatihan atau training dalam program kegiatan yang diselenggarakan oleh unsur pembantu pimpinan, masing-masing cukup menyusun panduan pelatihan atau pedoman pelaksanaan saja. Jadi tidak perlu membuat sistem perkaderan sendiri, untuk menghindari kesalahpahaman ada lebih dari satu sistem perkaderan Muhammadiyah.
Dalam kesatuan sistem, maka pelksanaan perkaderan, baik di lingkungan Unsur pembantu pimpinan, ortom, maupun AUM harus selalu dalam koordinasi dengan Mejlis Pendidikan Kader (MPK) di masing-masing tingkatan pimpinan persyarikatan. Untuk efektivitas perencanaan dan pelaksanaan perkaderan, pimpinan AUM (bersama majlis/lembaga yang membawahinya) berkoordinasi langsung dengan MPK. Sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada MPK, maka hal ini menjadi bagian dari fungsi MPK dalam perkaderan.

D.     Tujuan Perkaderan Muhammadiyah
Terbentuknya kader Muhammadiyah yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di Persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa serta konteks global.

E.      Arah Perkaderan Muhammadiyah
Perkaderan pada hakekatnya merupakan pembinaan personel anggota dan pimpinan secara terprogram dengan tujuan tertentu bagi Persyarikatan. Dalam Muhammadiyah perkaderan dititikberatkan pada pembinaan idiologi; pembinaan kepemimpinan; membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan, idiologi gerakan dan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan.
Denngan demikian, perkaderan Muhammadiyah menjadi upaya penanaman nilai, sikap dan cara berpikir, serta peningkatan kompetensi dan integritas terutama dalam aspek idiologi, kualitas kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan wawasan bagi segenap pipmpinan, kader dan anggota/warga Muhammadiyah. Dengan kata lain, dalam perkaderan harus terjadi penyadaran, peneguhan dan mengayaan. Upaya ini bisa dipahami dalam rincian berikut.
1.      Pembinaan Keislaman
a.      Penanaman nilai-nilai Islam sesuai dengan pandangan Muhammadiyah
b.      Pembinaan aqidah
c.       Pembinaan ibadah
d.      Pembinaan akhlaq
e.      Pembinaan mu’amalah duniawiyah
2.      Pembinaan Jiwa Persyarikatan
a.      Pemahaman sejarah dan dinamika garakan pembaharuan dan pemikiran Islam dalam konteks memahami Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
b.      Meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah
c.       Penguatan etika dan kultur bermuhammadiyah
d.      Penguasaan strategi perjuangan Muhammadiyah
3.      Pembinaan Keilmuan dan Wawasan
a.      Pengembangan penguasaan metodologi keilmuan dan berpikir ilmiah
b.      Penguasaan disiplin ilmu dan aplikasi teknologi sesuai bidang keahlian masing-masing.
c.       Pengembangan wawasan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
d.      Pemahaman dinamika dan peta perjuangan umat Islam
4.      Pembinaan Kepemimpinan dan Menajemen
a.      Kemampuan leadership
b.      Pemahaman kemampuan manajeman organisasi
c.       Penguasaan manajeman gerakan, manajemen ide, kemampuan advokasi dan kemampuan pengambilan keputusan/kebijakan
d.      Kemampuan manajemen pengembangan masyarakat
e.      Pemahaman program Muhammadiyah
5.      Pembinaan Penguasaan Keterampilan, Informasi dan Keilmuan
a.      Pengembangan potensi diri kader sesuai minat dan bakatnya
b.      Pengembangan kecakapan/keahlian dan profesi tertentu seperti kemampuan analisis kebijakan publik, tehnik rekayasa sosial, tehnik-tehnik advokasi dan strategi dakwah
c.       Pengembangan kemampuan penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi, jaringan media, internet dan komputer dalam kajian dari situasi agama serta analisis data untuk keperluan dakwah Islam
Melalui kurikulam, metode, strategi dan proses yang ditentukan, maka dengan penekanan pada pembinaan keempat aspek tersebut diharapkan bahwa perkaderan Muhammadiyah dapat mencapai tujuannya, yakni terbentuknya kader Muhammadiyah yang cakap dan kompeten untuk berperan di Persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa serta konteks global.

F.       Profil Kader Muhammadiyah
Di bagian awal telah dijelaskan bahwa kader berarti elite, yakni bagian terpilih dan terbaik karena terlatih. Bararti pula jantung suatu organisasi. Kader juga berarti inti tetap dari suatu resimen. Daya juang resimen ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung, pusat semangat dari inti gerakan suatu organisasi. Karena itu hanya orang-orang yang bermutu itulah, yang terpilih dan berpengalaman dalam berbagai medan perjuangan, yang taat dan berinisiatif, yang dapat disebut kader.
Kader Muhammadiyah sebagai hasil dari proses perkaderan adalah anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi di lingkungan Persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah. Karena itu hakekat kader Muhammadiyah bersifat tunggal, dalam arti hanya ada satu profil kader Muhammadiyah. Sedangkan fungsi dan tugasnya bersifat majemuk dan berdimensi luas, yakni sebagai kader Persyarikatan, kader umat dan kader bangsa.
Sesuai dengan materi pembinaan dalam perkaderan, maka kader Muhammadiyah tersebut harus memiliki kriteria tertentu dalam aspek ideologi, ilmu pengetahuan, wawasan, dan kepemimpinan, sehingga kualitas Iman, Islam dan Ihsan terpadu pada dirinya dalam menjalankan tugas Persyarikatan. Profil kader Muhammadiyah harus mampu menunjukkan integritas dan kompetensi akademis dan intelektual, kompetensi keberagamaan dan kompetensi sosial-kemanusiaan guna menghadapi tantangan organisasi di masa depan.
Integritas dan kompetensi kader Muhammadiyah dalam tiga aspek ini dapat dipahami dalam nilai-nilai dan indikatornya sebagai berikut:
1.      Kompetensi keberagamaan, dicirikan dengan nilai-nilai:
a.      Kemurnian aqidah (keyakinan berbasis tauhid yang bersumber pada ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi yang sahih/maqbullah)
b.      Ketekunan beribadah (senantiasa menjalankan ibadah mahdhah, baik yang wajib maupun yang sunnat tathawwu’ sesuai tuntunan Rasullah)
c.       Keikhlasan (melakukan sesuatu semata-mata karena Allah SWT)
d.      Shidiq (jujur dan dapat dipercaya)
e.      Amanah (komitmen dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam mengemban tugas)
f.        Berjiwa gerakan (semangat untuk aktif dalam Muhammadiyah sebagai panggilan jihad di jalan Allah)
2.      Kompetensi akademis dan intelektual, dicirikan dengan nilai-nilai :
a.      Fathonah (kecerdasan pikiran sebagai Ulul Albab)
b.      Tajdid (pembaruan dan berpikiran maju dalam mengembangkan kehidupan sesuai ajaran Islam)
c.       Istiqomah (konsisten dalam pikiran dan tindakan)
d.      Etos belajar (semangat dan kemauan keras untuk selalu belajar)
e.      Moderat (arif dan mengambil posisi di tengah)
3.      Kompetensi sosial kemanusiaan, dicirikan dengan nilai-nilai :
a.      Kesalehan (kepribadian yang baik dan utama)
b.      Kepedulian sosial (keterpanggilan dalam meringankan beban hidup orang lain)
c.       Suka beramal (gemar melaksanakan amal saleh untuk kemaslahatan hidup)
d.      Tabligh (menyampaikan kebaikan kepada orang lain, komunikatif dan terampil membangun jaringan)
Dalam menjalankan tugas yang diembannya di manapun dan dalam suasana apapun, dengan tiga jenis kompetensi itu setiap kader Muhammadiyah hendaknya mempunyai cara berpikir, sikap mental, dan kesadaran berorganisasi, serta keikhlasan dalam bingkai khas Persyarikatan:
1.      Memahami hakikat Islam secara menyeluruh yang mencakup aspek aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah duniawiyah, bersumberkan Al Qur’an dan As Sunnah Al Maqbullah.
2.      Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridha Allah semata-mata.
3.      Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam segenap aspek kehidupannya, dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
4.      Memiliki semangat jihad untukmemperjuangkan Islam
5.      Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam, baik korban waktu, harta, tenaga, bahkan nyawa sekalipun.
6.      Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan Islam, dengan arti kata  tidak mundur karena ancaman dan tidak terbujuk dengan rayuan dan selalu istiqomah dalam kebenaran
7.      Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disuai dan tidak disukai selama berada dalam kebenaran
8.      Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat
9.      Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
10.  Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.

Sumber : Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), MPK PP Muhammadiyah, 2007
 Berkata KHA.Dahlan:
1.      Carilah harta benda dengan jalan halal dengan segala kekuatan tenaga dan jangan malas, sehingga mendapatkan harta benda dengan sebaik-baiknya.
2.      Setelah mendapat, pakailah untuk keperluan dirimu, anak istrimu dengan secukupnya, jangan terlalu mewah, jangan mementingkan kemewahan-kemewahan yang melampaui batas.
3.      Kemudian kelebihannya hendaklah didermakan pada jalan Allah.
Rasulullah SAW bersabda :”Sesungguhnya orang yang kaya itu adalah orang yang hatinya tidak membutuhkan harta, dan orang fakir itu adalah orang yang hatinya sangat suka kepada harta”.
(Sumber: Ajaran KHA.Dahlan dengan 17 Kelompok Ayat-Ayat Al Qur’an, p.28;KRH.Hadjid)


[1] Disampaikan pada Diklat Pengelola Dakwah PD Muhammadiyah Samarinda, 24 Sgafar 1429H/2 Februari 2008M, di Pustekom Diknas Prov.Kaltim Jl.Biola Samarinda
[2] Ketua Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus PW Muhammadiyah Kaltim
Baca lagiKONSEP DASAR PERKADERAN MUHAMMADIYAH[1]

UPACARA TAHLILAN

 Pertanyaan dari:
Kus Anwaruddin, Sekretaris PC Pemuda Muhammadiyah Tersono
Mangunsari, Tersono, Batang, Jawa Tengah


Pertanyaan:

Sebagai warga Muhammadiyah walaupun belum punya KTA saya ingin menanyakan beberapa hal yang selama ini menjadi ganjalan dalam benak saya:
1.      Bagaimana sikap resmi PP Muhammadiyah mengenai tradisi Upacara Tahlilan dalam rangkaian upacara kematian?
2.      Sebagai warga Muhammadiyah bagaimana sikap saya bila diundang dalam upacara tahlilan yang di dalamnya ada jamuan makanannya? (Biasanya makanan tersebut dikumpulkan oleh warga RT/jamaah lalu diserahkan kepada keluarga yang terkena musibah dan selanjutnya dimakan bersama dalam upacara tahlilan tersebut).
3.      Apa hukumnya bila saya menghadiri undangan tahlilan tersebut dengan alasan untuk kerukunan sebagai warga masyarakat? (Perlu diketahui bahwa, sepengetahuan saya di daerah saya masih banyak para PCM yang menghadiri undangan tahlilan tersebut).
4.      Apa pula hukumnya makan bersama dalam perjamuan tahlilan tersebut dengan alasan yang meninggal dunia tidak punya anak yatim / anaknya sudah dewasa dan sudah berkeluarga semua serta makanan tersebut berasal dari para jamaah tahlil yang hadir/dari warga RT? (Biasanya hal ini sudah menjadi program RT).
Saya sangat mengharapkan atas jawaban yang memuaskan dan disertai dalil-dalil yang sohih sehingga sebagai warga Muhammadiyah saya tidak ragu-ragu dalam melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.


Jawaban:

Sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa pertanyaan yang saudara sampaikan sudah sangat sering ditanyakan dan sekaligus dijawab dalam rubrik fatwa agama ini. Di antaranya adalah seperti yang ditanyakan oleh Saudara Ruslan Hamidi, Moyudan, Sleman (SM No. 11 Th. Ke-88/2003), Ferry al-Firdaus, Cilawu Garut (SM No. 24 Th. Ke-90/2005) Tamrin Mobonggi, Limbato, Gorontalo (SM No. 3 Th. Ke-92/2007). Saudara dapat membaca secara lengkap dalam edisi-edisi Majalah Suara Muhammadiyah sebagaimana yang kami sebutkan.
Namun demikian, tidak ada salahnya kami jelaskan kembali secara ringkas tentang persoalan tahlilan tersebut, agar saudara dapat lebih mudah memahaminya.
Jika yang dimaksudkan tahlil adalah membaca “La Ilaha illa Allah” (tiada Tuhan selain Allah), Muhammadiyah tidak melarang, bahkan menganjurkan agar memperbanyak membacanya, berapa kali saja, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam al-Qur`an disebutkan:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ [البقرة (2):152]
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” [al-Baqarah (2):152]
Disebutkan pula pada ayat-ayat lain seperti QS. al-Ahzab (33): 41, QS. al-An’am (6): 19, QS. al-Ikhlas (112): 1-4, QS. Muhammad (47): 19.
Perintah berzikir dengan menyebut Lafal Jalalah (La Ilaha illa Allah) dalam hadits-hadits pun banyak diungkapkan, misalnya hadits riwayat Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشَرَ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْحَرِّ. (رواه مسلم، كتاب الذكر، باب فضل التهليل، نمرة: 28/2691)

Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah; Bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mengucapkan ‘La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syai`in qadir’, dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka (lafal jalalah tersebut) baginya sama dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dan dicatat baginya seratus kebaikan, dan dihapus daripadanya seratus kejahatan, dan lafal jalalah tersebut baginya menjadi perisai dari syaitan selama satu hari hingga waktu petang; dan tidak ada seorang pun yang datang (dengan membawa) yang lebih afdal, daripada apa yang ia bawa (ucapkan), kecuali orang yang mengerjakan lebih banyak dari itu. Dan barangsiapa mengucapkan ‘subhana-llah wa bi hamdih’ (Allah Maha Suci dan Maha Terpuji) dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka dihapus kesalahan-kesalahannya, sekalipun seperti buih air panas yang mendidih.” [Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab az-Zikr, Bab Fadlut-Tahlil, No. 28/2691]
Disebutkan pula pada hadits-hadits lain seperti hadits riwayat al-Bukhari dari ‘Itban ibn Malik, dalam Shahih al-Bukhari, Kitab as-Shalah (420), Bab al-Masajid fi al-Buyut dan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, dalam Shahih Muslim, Kitab az-Zikr, Bab Fadlut-Tahlil, No. 32/2695.
Ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits tersebut memberikan pengertian bahwa memperbanyak membaca tahlil adalah termasuk amal ibadah yang sangat baik, sehingga mereka yang memperbanyak tahlil dijamin masuk surga dan haram masuk neraka. Tentu saja tidaklah cukup hanya mengucapkannya, atau melafalkannya saja, melainkan harus menghadirkan hati ketika membacanya, dan merealisasikannya dalam kehidupan keseharian. Yaitu dengan memperbanyak amal shalih dan meninggalkan segala macam syirik. Jika masih berbuat syirik, dan tidak beramal shalih, sekalipun membaca tahlil ribuan kali, tidak ada manfaatnya. Maka yang sangat penting sebenarnya ialah bahwa tahlil itu harus benar-benar diyakini dan diamalkan dengan berbuat amal shalih sebanyak-banyaknya.
Maka yang dilarang menurut Muhammadiyah adalah upacaranya yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya.
Selamatan tiga hari, lima hari, tujuh hari, dan seterusnya itu adalah sisa-sisa pengaruh budaya animisme, dinamisme, serta peninggalan ajaran Hindu yang sudah begitu berakar dalam masyarakat kita. Karena hal itu ada hubungan dengan ibadah, maka kita harus kembali kepada tuntunan Islam. Apalagi, upacara semacam itu harus mengeluarkan biaya besar, yang kadang-kadang harus pinjam kepada tetangga atau saudaranya, sehingga terkesan tabzir (berbuat mubazir). Seharusnya, ketika ada orang yang meninggal dunia, kita harus bertakziyah/melayat dan mendatangi keluarga yang terkena musibah kematian sambil membawa bantuan/makanan seperlunya sebagai wujud bela sungkawa. Pada waktu Ja'far bin Abi Thalib syahid dalam medan perang, Nabi saw menyuruh kepada para shahabat untuk menyiapkan makanan bagi keluarga Ja'far, bukan datang ke rumah keluarga Ja'far untuk makan dan minum.
Perlu diketahui pula, bahwa setelah kematian seseorang, tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw untuk menyelenggarakan upacara atau hajatan. Yang ada adalah tuntunan untuk memberi tanda pada kubur agar diketahui siapa yang berkubur di tempat itu (HR. Abu Dawud dari Muthallib bin Abdullah, Sunan Abi Dawud, Bab Fi Jam'i al-Mauta fi Qabr ..., Juz 9, hlm. 22), mendoakan atau memohonkan ampun kepada Allah SWT (HR. Abu Dawud dari 'Utsman ibn 'Affan dan dinyatakan shahih oleh al-Hakim, Sunan Abi Dawud, Bab al-Istighfar 'inda al-Qabr lil-Mayyit ..., Juz 9, hlm. 41) dan dibolehkan ziarah kubur (HR. Muslim dari Buraidah ibn al-Khusaib al-Aslami, Bab Bayan Ma Kana min an-Nahyi ..., Juz 13, hlm. 113).
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan:
1.      Sebagai warga Muhammadiyah sikap yang harus diambil adalah menjauhi atau meninggalkan perbuatan yang memang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah saw dan sekaligus memberikan nasehat dengan cara yang ma'ruf (mauidlah hasanah) jika masih ada di antara keluarga besar Muhammadiyah pada khususnya dan umat Islam pada umumnya yang masih menjalankan praktek-praktek yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah saw tersebut.
2.      Dalam menjaga hubungan bermasyarakat, menurut hemat kami tidaklah tepat jika tolok ukurnya hanya kehadiran pada upacara/hajatan kematian. Namun, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lain, seperti rapat RT, kerja bakti, ronda malam (siskamling), takziyah dan lain-lain juga perlu mendapat perhatian. Dengan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, insya Allah, ketika kita hanya meninggalkan satu kegiatan saja (tahlilan/hajatan tersebut) tidak akan membuat kita dijauhi oleh masyarakat di mana kita tinggal.
3.      Mengenai makan dan minum pada perjamuan tahlilan, sekalipun makanan dan minuman tersebut berasal dari para warga RT, namun tetap saja dapat digolongkan pada perbuatan tabzir, sehingga layak untuk ditinggalkan.
Wallahu a'lam bish-shawab. *)

Sumber :
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com http://tarjihmuhammadiyah.blogspot.com
Baca lagiUPACARA TAHLILAN