A. Definisi
dan Posisi Kader
Kader
(Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti
yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta
mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung
suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah,maka seluruh
kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya
juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas,
berwawasan, militan, dan penuh semangat.
Dalam
pengertian lain, kader (Latin:quadrum), berarti empat persegi panjang
atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok
manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung
(kerangka) dari kelompok yang labih besar dan terorganisasi secara permanen.
Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan
berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat
disenut sebagai kader.
Fungsi
dan posisi kader dalam suatu organisasi, termasuk di Persyarikatan, dengan
demikian menjadi sangat penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti
pergerakan organisasi. Di samping itu, kader juga merupakan syarat penting bagi
berlangsungnya regenerasi kepemimpinan.
Bagi
sebuah organisasi, regenerasi kepemimpinan yang sehat karena ditopang oleh
keberadaan kader-kader yang qualified, selain akan menjadikan organisasi
bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan enerjik.
Keberadaan kader bagi Muhammadiyah-dengan kualifikasi dan kompetensinya-seolah
memanifestasikan sosok ciptaan Allah yang terbaik (khairul bariyyah-QS.Al-Bayyinah/96:7);
bagian dari umat yang terbaik (khairu ummah-QS.Ali Imran/3:110); serta
semisal flora yang kokoh dan menawan, yang dalam QS.Al-Fath/48:29 diungkapkan;
“......Yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Jika
Persyarikatan tidak merancang dan menyiapkan para kadernya secara sistematis
dan organisatoris, maka dapat dipastikan bahwa Muhammadiyah sebagai suatu
organisasi akan lemah lunglai, loyo tidak berkembang, tidak ada aktivitas dan
tidak memiliki prospek masa depan. Karena itu setiap organisasi haruslah
memiliki konsep yang jelas, terencana dan sistematis dalam menyiapkan dan
mengembangkan suatu sistem yang menjamin keberlangsungan transformasi dan
diversifikasi kader serta regenerasi kepemimpinan.
B.
Pengertian Sistem Perkaderan Muhammadiyah
Ada
dua kosakata yang perlu diklarifikasi terlebih dahulu untuk bisa memahami
Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), yaitu:sistem dan perkaderan. Secara
leksikal, sistem berarti seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu kesatuan atau totalitas (a set or arrangement of
things so related or connected as to form a unity or organic whole).
Kemudian
tentang perkaderan, pengucapan dan penulisannya sering tertukar dengan
pengaderan atau pengkaderan. Pengaderan adalah : proses, cara, perbuatan
mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Namun perlu diingat, dalam
“pengaderan” ini, posisi kader atau orang yang ikut ddalam training
menjadi obyek dan pasif sebagai orang yang dididik atau dibentuk
menjadi kader.
Sedangkan
perkaderan, berasal dari kata dasar kader ditambah prefiks_nominal per
dan sufiks an (perihal, yang berhubungan dengan, antara lain, kader).
Dalam “perkaderan”, posisi kader atau orang yang ikut training menjadi subyek
dan aktif. Jadi, yang pas dipergunakan dalam SPM adalah perkaderan.
Dengan
demikian, pengertian Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM) adalah: “Seperangkat
unsur dan keseluruhan komponen yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas yang berhubungan dengan kader dan kaderisasi di
Muhammadiyah.”
Sebagai
sebuah sistem, unsur-unsur yang terkandung dalam SPM berupa : tujuan perkaderan
Muhammadiyah; arah perkaderan Muhammadiyah; profil kader Muhammadiyah; jenis
dan bentuk perkaderan; struktur penjenjangan kader; kurikulum perkaderan; dan
pengorganisasian perkaderan. Dalam hal ini, sistem perkaderan yang dimiliki
olah ortom, juga merupakan bagian dari SPM.
C.
Perkaderan Sebagai Sebuah Sistem
Sebagai
sebuah sistem dan kesatuan yang utuh, maka SPM berlaku bagi semua jajaran dan
komponen Persyarikatan. Konsekkuensinya SPM juga memuat atau mencakup seluruh
bentuk dan jenis kaderisasi dan pelatihan yang diterapkan di Muhammadiyah, baik
secara vertikal maupun horizontal.
Yang
dimaksud dengan vertikal adalah SPM berlaku bagi seluruh pimpinan Mihammadiyah,
mulai dari Pusat sampai dengan Ranting, sebagai acuan dan pola dalam
pelaksanaan kadersisari secara optimal sesuai dengan tingkatan masing-masing.
Sedangkan yang dimaksud dengan horizontal adalah SPM berlaku dan mengikat
seluruh Unsur Pembantu Pimpinan (majlis dan lembaga), Ortom, dan Amal Usaha
Muhammadiyah diseluruh jenjang kepemimpinan Muhammadiyah untuk dilaksanakan
sebagai acuan dan pola kaderisasi.
Karena
bersifat mengikat dan menyeluruh seperti itu, maka sistem perkaderan yang
dimiliki masing-maing ortom menjadi bagian dari SPM. Maing-maing ortom
melaksanakan program dan kegiatan perkaderanya berdasarkan kekhasan
masing-masing dengan tetap mengacu dan mengindahkan konsep dasar, prinsip dan
kurikulum dalam SPM secara konsisten.
Sedang
pelatihan dan training yang ada dan dimiliki oleh majlis dan/atau lembaga
semuanya termasuk dalam SPM yang dikatagorikan sebagai jenis perkaderan
fungsional. Karena termasuk bagian SPM, maka dalam perkaderan dan pelatihan
yang diselenggarakan oleh ortom dan majlis atau lembaga tersebut harus
mengandung muatan materi pokok dari kurikulum SPM.
Kemudian,
sebagai bagian dari SPM, maka untuk kegiatan pelatihan atau training dalam
program kegiatan yang diselenggarakan oleh unsur pembantu pimpinan,
masing-masing cukup menyusun panduan pelatihan atau pedoman pelaksanaan saja.
Jadi tidak perlu membuat sistem perkaderan sendiri, untuk menghindari
kesalahpahaman ada lebih dari satu sistem perkaderan Muhammadiyah.
Dalam
kesatuan sistem, maka pelksanaan perkaderan, baik di lingkungan Unsur pembantu
pimpinan, ortom, maupun AUM harus selalu dalam koordinasi dengan Mejlis
Pendidikan Kader (MPK) di masing-masing tingkatan pimpinan persyarikatan. Untuk
efektivitas perencanaan dan pelaksanaan perkaderan, pimpinan AUM (bersama
majlis/lembaga yang membawahinya) berkoordinasi langsung dengan MPK. Sesuai
dengan fungsi, tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada MPK, maka hal ini
menjadi bagian dari fungsi MPK dalam perkaderan.
D. Tujuan
Perkaderan Muhammadiyah
Terbentuknya
kader Muhammadiyah yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan
kompetensi untuk berperan di Persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika
bangsa serta konteks global.
E.
Arah Perkaderan Muhammadiyah
Perkaderan
pada hakekatnya merupakan pembinaan personel anggota dan pimpinan secara
terprogram dengan tujuan tertentu bagi Persyarikatan. Dalam Muhammadiyah
perkaderan dititikberatkan pada pembinaan idiologi; pembinaan kepemimpinan;
membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan, idiologi gerakan dan
mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa
depan.
Denngan
demikian, perkaderan Muhammadiyah menjadi upaya penanaman nilai, sikap dan cara
berpikir, serta peningkatan kompetensi dan integritas terutama dalam aspek
idiologi, kualitas kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan wawasan bagi segenap
pipmpinan, kader dan anggota/warga Muhammadiyah. Dengan kata lain, dalam
perkaderan harus terjadi penyadaran, peneguhan dan mengayaan. Upaya ini bisa
dipahami dalam rincian berikut.
1.
Pembinaan Keislaman
a.
Penanaman nilai-nilai Islam sesuai dengan pandangan Muhammadiyah
b.
Pembinaan aqidah
c.
Pembinaan ibadah
d.
Pembinaan akhlaq
e.
Pembinaan mu’amalah duniawiyah
2.
Pembinaan Jiwa Persyarikatan
a.
Pemahaman sejarah dan dinamika garakan pembaharuan dan pemikiran Islam dalam
konteks memahami Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
b.
Meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah
c.
Penguatan etika dan kultur bermuhammadiyah
d.
Penguasaan strategi perjuangan Muhammadiyah
3.
Pembinaan Keilmuan dan Wawasan
a.
Pengembangan penguasaan metodologi keilmuan dan berpikir ilmiah
b.
Penguasaan disiplin ilmu dan aplikasi teknologi sesuai bidang keahlian
masing-masing.
c.
Pengembangan wawasan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
d.
Pemahaman dinamika dan peta perjuangan umat Islam
4.
Pembinaan Kepemimpinan dan Menajemen
a.
Kemampuan leadership
b.
Pemahaman kemampuan manajeman organisasi
c.
Penguasaan manajeman gerakan, manajemen ide, kemampuan advokasi dan kemampuan
pengambilan keputusan/kebijakan
d.
Kemampuan manajemen pengembangan masyarakat
e.
Pemahaman program Muhammadiyah
5.
Pembinaan Penguasaan Keterampilan, Informasi dan Keilmuan
a.
Pengembangan potensi diri kader sesuai minat dan bakatnya
b.
Pengembangan kecakapan/keahlian dan profesi tertentu seperti kemampuan analisis
kebijakan publik, tehnik rekayasa sosial, tehnik-tehnik advokasi dan strategi
dakwah
c.
Pengembangan kemampuan penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi, jaringan
media, internet dan komputer dalam kajian dari situasi agama serta analisis
data untuk keperluan dakwah Islam
Melalui
kurikulam, metode, strategi dan proses yang ditentukan, maka dengan penekanan
pada pembinaan keempat aspek tersebut diharapkan bahwa perkaderan Muhammadiyah
dapat mencapai tujuannya, yakni terbentuknya kader Muhammadiyah yang cakap dan
kompeten untuk berperan di Persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika
bangsa serta konteks global.
F.
Profil Kader Muhammadiyah
Di
bagian awal telah dijelaskan bahwa kader berarti elite, yakni bagian terpilih
dan terbaik karena terlatih. Bararti pula jantung suatu organisasi. Kader juga
berarti inti tetap dari suatu resimen. Daya juang resimen ini sangat tergantung
dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung, pusat semangat dari inti
gerakan suatu organisasi. Karena itu hanya orang-orang yang bermutu itulah, yang
terpilih dan berpengalaman dalam berbagai medan perjuangan, yang taat dan
berinisiatif, yang dapat disebut kader.
Kader
Muhammadiyah sebagai hasil dari proses perkaderan adalah anggota inti yang
diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi
di lingkungan Persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah.
Karena itu hakekat kader Muhammadiyah bersifat tunggal, dalam arti hanya ada
satu profil kader Muhammadiyah. Sedangkan fungsi dan tugasnya bersifat majemuk
dan berdimensi luas, yakni sebagai kader Persyarikatan, kader umat dan kader
bangsa.
Sesuai
dengan materi pembinaan dalam perkaderan, maka kader Muhammadiyah tersebut
harus memiliki kriteria tertentu dalam aspek ideologi, ilmu pengetahuan,
wawasan, dan kepemimpinan, sehingga kualitas Iman, Islam dan Ihsan terpadu pada
dirinya dalam menjalankan tugas Persyarikatan. Profil kader Muhammadiyah harus
mampu menunjukkan integritas dan kompetensi akademis dan intelektual,
kompetensi keberagamaan dan kompetensi sosial-kemanusiaan guna menghadapi
tantangan organisasi di masa depan.
Integritas
dan kompetensi kader Muhammadiyah dalam tiga aspek ini dapat dipahami dalam
nilai-nilai dan indikatornya sebagai berikut:
1. Kompetensi
keberagamaan, dicirikan dengan nilai-nilai:
a.
Kemurnian aqidah (keyakinan berbasis tauhid yang bersumber pada ajaran Al
Qur’an dan Sunnah Nabi yang sahih/maqbullah)
b.
Ketekunan beribadah (senantiasa menjalankan ibadah mahdhah, baik yang wajib
maupun yang sunnat tathawwu’ sesuai tuntunan Rasullah)
c.
Keikhlasan (melakukan sesuatu semata-mata karena Allah SWT)
d.
Shidiq (jujur dan dapat dipercaya)
e.
Amanah (komitmen dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam mengemban tugas)
f.
Berjiwa gerakan (semangat untuk aktif dalam Muhammadiyah sebagai panggilan
jihad di jalan Allah)
2. Kompetensi
akademis dan intelektual, dicirikan dengan nilai-nilai :
a.
Fathonah (kecerdasan pikiran sebagai Ulul Albab)
b.
Tajdid (pembaruan dan berpikiran maju dalam mengembangkan kehidupan sesuai
ajaran Islam)
c.
Istiqomah (konsisten dalam pikiran dan tindakan)
d.
Etos belajar (semangat dan kemauan keras untuk selalu belajar)
e.
Moderat (arif dan mengambil posisi di tengah)
3. Kompetensi
sosial kemanusiaan, dicirikan dengan nilai-nilai :
a.
Kesalehan (kepribadian yang baik dan utama)
b.
Kepedulian sosial (keterpanggilan dalam meringankan beban hidup orang lain)
c.
Suka beramal (gemar melaksanakan amal saleh untuk kemaslahatan hidup)
d.
Tabligh (menyampaikan kebaikan kepada orang lain, komunikatif dan terampil
membangun jaringan)
Dalam menjalankan tugas yang
diembannya di manapun dan dalam suasana apapun, dengan tiga jenis kompetensi
itu setiap kader Muhammadiyah hendaknya mempunyai cara berpikir, sikap mental,
dan kesadaran berorganisasi, serta keikhlasan dalam bingkai khas Persyarikatan:
1.
Memahami hakikat Islam secara menyeluruh yang mencakup aspek aqidah, ibadah,
akhlaq dan mu’amalah duniawiyah, bersumberkan Al Qur’an dan As Sunnah Al
Maqbullah.
2.
Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridha Allah semata-mata.
3.
Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam segenap aspek kehidupannya,
dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga
dan kehidupan bermasyarakat, sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
4.
Memiliki semangat jihad untukmemperjuangkan Islam
5.
Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam, baik korban waktu,
harta, tenaga, bahkan nyawa sekalipun.
6.
Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan
Islam, dengan arti kata tidak mundur karena ancaman dan tidak terbujuk
dengan rayuan dan selalu istiqomah dalam kebenaran
7.
Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disuai dan tidak disukai selama berada
dalam kebenaran
8.
Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat
9.
Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
10.
Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.
Sumber : Sistem Perkaderan
Muhammadiyah (SPM), MPK PP Muhammadiyah, 2007
Berkata KHA.Dahlan:
1.
Carilah harta benda dengan jalan halal dengan segala kekuatan tenaga dan jangan
malas, sehingga mendapatkan harta benda dengan sebaik-baiknya.
2.
Setelah mendapat, pakailah untuk keperluan dirimu, anak istrimu dengan
secukupnya, jangan terlalu mewah, jangan mementingkan kemewahan-kemewahan yang
melampaui batas.
3.
Kemudian kelebihannya hendaklah didermakan pada jalan Allah.
Rasulullah SAW bersabda :”Sesungguhnya
orang yang kaya itu adalah orang yang hatinya tidak membutuhkan harta, dan
orang fakir itu adalah orang yang hatinya sangat suka kepada harta”.
(Sumber: Ajaran KHA.Dahlan dengan 17
Kelompok Ayat-Ayat Al Qur’an, p.28;KRH.Hadjid)
[1]
Disampaikan pada Diklat Pengelola Dakwah PD Muhammadiyah Samarinda, 24 Sgafar
1429H/2 Februari 2008M, di Pustekom Diknas Prov.Kaltim Jl.Biola Samarinda
tolong berikan contoh majelis kader muhammadiyah
BalasHapusmenginfirassi, terima kasih atas tulisannya
BalasHapus