Pertanyaan dari:
Dakwah
Muhammadiyah Cabang Kp. Baru, Labuhan Haji Aceh Selatan, NAD
(disidangkan
pada Jum’at, 6 Jumadal Ula 1430 H / 1 Mei 2009 M)
Sumber : Fatwa Tarjih PP Muhammadiyah
Pertanyaan:
Masalah Takbir Hari Raya:
1. Ucapan Allahu Akbar
ada yang 2x dan ada yang 3x, mana yang lebih baik, beserta dalilnya?
2. Ucapan Allahu Akbar
Kabira wal-hamdu lillahi katsira ... dst sampai wa lau karihal-kafirun, musyrikun,
dll., kemudian diteruskan dengan La ilaha illallahu wahdah ... dst sampai wa
hazamal-ahzaba wahdah. Apakah ada dasarnya?
Mohon penjelasan beserta dalil-dalilnya.
Jawaban:
Sebenarnya yang saudara tanyakan tentang permasalahan lafadz takbir hari
raya (’Ied) tersebut telah sering ditanyakan dan telah dijawab serta telah
dibukukan pada buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah jilid 1
halaman 95, jilid 3 halaman 141 dan jilid 5 halaman 71 serta di Majalah Suara Muhammadiyah
No. 22 Tahun 2004. Namun agar lebih jelasnya lagi, maka kami akan menjawab
pertanyaan saudara sekaligus melengkapi jawaban-jawaban yang sebelumnya.
1.
Menurut Muhammadiyah,
lafadz takbir ’Ied yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw adalah:
a. Lafadz takbir ‘Ied
seperti disandarkan kepada Ibn Mas’ud, ‘Umar ibn al-Khattab dan ‘Ali ibn Abi Thalib,
di antaranya adalah sebagai berikut:
اَللهُ
أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ.
Artinya: “Allah
Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar dan bagi Allah-lah segala puji.” (berdasarkan hadits
riwayat Ibn Abi Syaibah, Mushannaf, tahqiq: Kamal al-Hut, juz 1 hlm 490
no. 5650, 5651, 5653. Ibn al-Mundzir, Al-Awshat, juz 7, hlm 22 no: 223,
hlm 23, 24, 25 no:224, 225, 226)
Ucapan Allahu Akbar dalam takbir ‘Ied pada redaksi hadits di atas jelas
hanya diucapkan dua kali, tidak tiga kali.
b.
Lafadz takbir ‘Ied sesuai hadits
riwayat Abdur Razaq dari Salman dengan sanad yang shahih, yang mengatakan:
كَبِّرُوْا، اَللهُ
أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Artinya: “Bertakbirlah:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat
ash-Shan’aniy, Subul as-Salam,
Juz II: 76)
كَبِّرُوْا،
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Artinya: “Bertakbirlah:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat
al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Juz III: 316)
Pada hadits kedua ini, terdapat perbedaan lafadz. Pada lafadz pertama
disebutkan takbir diucapkan tiga kali, sementara pada lafadz kedua, takbir
diucapkan dua kali. Majelis Tarjih Muhammadiyah, melalui Muktamar Tarjih XX
yang berlangsung tanggal 18 s.d 23 Rabi’ul Akhir 1939 Hijriyah di Kota Garut
Jawa Barat memilih menggunakan lafadz takbir dengan mengucapkan Allahu Akbar
dua kali.
2.
Adapun ucapan takbir yang
kedua, yaitu Allahu Akbar Kabira wal-hamdu lil-Lahi katsira… dan
seterusnya sampai wa lau karihal-kafirun, musyrikun dan
lain-lain, kemudian diteruskan dengan La ilaha illa-Llahu wahdah … dan
seterusnya sampai wa hazamal-ahzaba wahdah. Sementara ini kami belum
menemukan dasar atau dalil yang secara jelas menuntunkan bertakbir hari raya dengan
lafadz seperti itu. Namun pada kasus lain, kami menemukan beberapa hadis yang barangkali sama dengan lafadz yang
saudara maksudkan, di antaranya adalah:
a.
Pertama, hadis
yang menunjukkan bacaan dzikir pada akhir pelaksanaan shalat:
عَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ
يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ الصَّلاَةِ
يَقُولُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ أَهْلُ النِّعْمَةِ وَالْفَضْلِ
وَالثَّنَاءِ الْحَسَنِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ
كَرِهَ الْكَافِرُونَ. [رواه أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abi Zubair, ia berkata: Aku mendengar Abdullah ibn Zubair di atas mimbar
berkata: Apabila Rasulullah saw selesai melaksanakan shalat, beliau membaca: La
ilaaha illa-lLahu wahdah, mukhlishina lahud-din, wa lau karihal-kafirun, ….” [HR.
Abu Dawud]
b.
Kedua, ketika Nabi saw
pulang dari perang, haji atau umrah ada riwayat dari Ibn ‘Umar yang menyatakan
bahwa setelah Nabi saw mengucapkan takbir lalu lanjutan matannya menyebutkan
doa kembali dari perjalanan:
آيِبُونَ
تَائِبُونَ عَابِدُونَ سَاجِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ
عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Kita telah kembali, kita
bertaubat, kita tetap menyembah pada Tuhan kita (Allah) dan tetap
memuji-Nya: Allah tepati janji-Nya, Dia tolong hamba-Nya, dan Dia kalahkan
musuh-musuh-Nya seorang diri.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Lafadz-lafadz
yang terkandung dalam kedua hadis tersebut bukan dikhususkan untuk dibaca sebagai
lafadz takbir pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Majelis Tarjih dan
Tajdid memandang bahwa lafadz takbir hari raya adalah bagian dari ibadah mahdlah,
sehingga ketentuannya harus dikembalikan kepada dalil-dalil dari as-sunnah
al-maqbulah. Oleh sebab itu, dalam mengumandangkan takbir pada dua hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha, dimaksimalkan dapat menggunakan lafadz takbir
yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw.
Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Komentar yang cerdas dan santun.